Monday, December 3, 2012

ATRAKSI INTERPERSONAL DAN HUBUNGAN INTERPERSONAL


Atraksi Interpersonal

Atraksi berasal dari bahasa latin “attrahere (att: menuju) dan “trahere”: menarik. Jadi, atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif, dan daya tarik seseorang. Atraksi berkaitan dengan daya tarik dalam komunikasi yang dapat mendasari hubungan interpersonal. Apabila terjadi dua orang atau lebih saling menyukai, saling tertarik, dan mengembangkan hubungan komunikasi. Rasa suka pada seseorang umumnya membuat orang lain itu menjadi signifikan atau berarti bagi kita. Kita senantiasa ingin menemuinya, kita menikmati saat-saat bersamanya, dan orang tiu membuat hidup kita lebih bahagia. Rasa suka ini terbentuk karena adanya daya tarik tertentu dari orang lain itu.
           Adapun proses umum dari Atraksi Interpersonal adalah  afiliasi, daya tarik, dan atraksi interpersonal dan komunikasi.

A. Afiliasi 

Manusia adalah makhluk sosial.  Kebanyakan dari waktu ke waktu yang kita habiskan tentunya melibatkan orang lain dalam beberapa hal. Tidak hanya manusia, spesies lain juga memperlihatkan  kecendrungan untuk berkumpul dan bepergian dalam suatu rombongan, kerumunan, atau kawanan. Kecendrungan untuk berhubungan dengan jenisnya sendiuri itulah yang disebut dengan afiliasi.
Dorongan untuk afiliasi (berteman, bergabung dengan orang lain) itu sendiri disebabkan oleh faktor biologis, yaitu bahwa manusia memang tergolong jenis yang membutuhkan kawan (Wright, 1986) sebagaimana juga halnya dengan jenis hewan primata lainya seperti simpanse dan kera (De Waal, 1989). Namun, berbeda dari hewan primata, dorongan bertemu pada manusia disebabkan juganoleh faktor lainsehingga terdapat perbedaan antarindividu dalam hal yang satu ini (Sarwono, 1997).

Alasan-alasan untuk Berafiliasi
1. Alasan utama kita berafiliasi adalah untuk mendapatkan imbalan sosial (social rewards). Beberapa afiliasi yang kita lakukan dapat juga berupa penghargaan/imbalan secara fisik.
2. Alasan lainnya mengapa seseorang melakukan afiliasi adalah untuk mengurangi rasa takut. Misery loves company (kesengasaraan membutuhkan kawan). Para peneliti menegaskan  bahwa orang-orang yang menderita atau menyangka akan menderita lebih mencari kesempatan untuk melakukan afiliasi.
3. Untuk mendukung sesuatu hal yang kita percayai, kita membandingkannya dengan oranglain agar mendapatkan validasi. Itulah pembandingan sosial, salah satu alasan yang kuat untuk melakukan afiliasi.

     B.    Daya Tarik (Atraksi)

  •     Model-model Daya Tarik
       Daya tarik atau atraksi tidak hanya memiliki satu sebab, tetapi merupakan responss yang timbul dari berbagai alasan dan stimuli. Menurut Weber, ada dua model atraksi yang berdasarkan pada kekuatan imbalan, dan satu lagi menawarkan proses dimana imbalan bisa dievaluasi.
  
   a. Model  imbalan Homan
      Setiap interaksi yang kita lakukan ada pengorbanannya, bahkan transaksi bisnis kecil pun butuh waktu dan biaya.
 Menurut George Homans, manusia lebih tertarik pada hal yang menjanjikan dalam hubungannya, yaitu imbalan atau keuntungan atau lebih besar imbalan daripada  pengorbanan. Selama dalam interaksi tersebut kita yakin bahwa imbalan yang akan didapat melebihi pengorbanan maka kita akan merasa lebih tertarik dengan orang tersebut.

   b. Hukum ketertarikan Byrne
      Don Byrne mengembangkan model serupa dengan prinsip imbalan Homans. Menurut Hukum Ketertarikan Byrne, semakin kuat usaha-usaha yang dilakukan untuk mendapat imbalan dari seseorang maka kita akan merasa semakin tertarik. Dengan menekankan pada pengusahaan dibanding imbalan secara tertentu, model ini mengkarakteristikan ketertarikan sebagai suatu proses. Oleh karenanya, atraksi interpersonal bukanlah, seperti magnet yang terjadi antara dua orang, melainkan pengalaman yang berubah dan terjadi terus menerus, tergantung pada bagaimana dua orang tersebut berinteraksi. 

    c . Model tahapan Mursteins
b       Model atraksi Bernard Murstein (disebut sebagai model 3 tahapan: stimulus, nilai, dan peran) mengatakan tidak.
Model Atraksi Bernard Murstein mengatakan tidak semua faktor sama pentingnya untuk daya tarik pada tahap awal. Menurutnya, elemen yang berbeda penting untuk tahapan yang berbeda pula dalam atraksi interpersonal. 

  • Faktor-faktor yang Mempengaruhi Atraksi Interpersonal
A. Faktor personal

1) Kesamaan karakteristik personal
     Kesamaan karakteristik personal ditandai dengan kesamaan dalam nilai-nilai sikap, keyakinan, tingkat/status sosial ekonomi, agama, dan ideologi. Mereka yang memiliki kesamaan dalam hal-hal tadi cenderung menyukai satu sama lain.
Kita cenderung menyukai orang yang mendukung kita. Kesamaan dengan orang lain membuat kita lebih percaya diri dan pada gilirannya meningkatkan self-esteem (harga diri) kita.

 2) Tekanan emosional
     Orang yang berada di bawah tekanan emosional, cemas, dan stress, akan menginginkan kehadiran orang lain. Pada kondisi ini, kecenderungan untuk lebih menyukai orang lain pada gilirannya akan besar pula.

3) Harga diri yang rendah
    Sebuah studi menunjukkan, apabila harga diri seseorang direndahkan maka hasrat afiliasi menjadi bertambah. Dengan kata lain, orang yang rendah diri cenderung lebih mudah menyukai orang lain. 

4) Isolisasi sosial
     Tidak dapat disangkal lagi bahwa manusia adalah makshluk sosial. Manusia mungkin tahan hidup terasing untuk sementara waktu, tetapi tidak untuk waktu yang lama. Bebrapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat isolasi sosial sangat besar pengaruhnya terhadap kesukaan kita pada orang lain. Bagi mereka yang terisolasi ( narapidana, petugas di rimba belantara dan orang yang tinggal di tempat terpencil), kehadiran orang lain mendatangkan kebahagiaan. 



B. Faktor situasional
1) Daya tarik fisik (physical attractiveness)
    beberapa penelitian menunjukkan bahwa daya tarik fisik seseorang sering menjadi penyebab utama atraksi interpersonal. Orang-orang yang cantik atau tampan biasanya lebih disenangi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kecantikan dan ketampanan diasosiasikan dengan sifat-sifat baik hati, cerdas, pandai bergaul, sukses,mandiri, dan dapat menyesuaikan diri, sementara yang jelek diasosiasikan dengan sifat-sifat yang sebaliknya. Orang cantik atau tampan biasanya lebih mudah memperoleh simpati dan perhatian orang.

2) Ganjaran (reward)
Kita menyenangi orang yang memberikan ganjaran kepada kita. Ganjaran itu dapat berupa bantuan, dukungan moral, pujian atau hal-hal yang meningkatkan harga diri kita.

 3) Familiarity
Konsep ini artinya adalah hal-hal yang sering kita lihat atau sudah kita kenal dengan baik. Jika kita sering berjumpa dengan seseorang, kita akan menyukainya. Familiarity terbentuk dari seringnya sesuatu terjadi”semakin sering kita melihat seseorang atau melakukan sesuatu, kita semakin akrab dengan sesuatu atau seseorang itu”.
     
     4) Kedekatan (proximity) dan closeness
Konsep ini erat kaitannya dengan familiarity. Hubungan kita dengan orang lain tergantung pada seberapa dekat orang tersebut dengan kita. Penelitian menunjukkan bahwa orang cenderung menyenangi mereka yang tempat tinggalnya berdekatan dan persahabatan lebih mudah tumbuh diantara tetangga yang berdekatan.
5) Kemampuan (competence)
    Ada kecenderungan bahwa kita menyukai orang-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi dari kita lebih berhasil dalam kehidupannya. Orang-orang yang sukses umumnya mendapat simpati orang banyak. Kita cenderung lebih menyukai orang yang kompeten daripada orang yang tidak kompeten atau tidak berbakat. 



Hubungan Interpesonal

Hubungan interpersonal terbentuk ketika proses pengolahan pesan (baik verbal maun nonverbal) secara timbal-balik terjadi. Melalui proses pengolahan pesan secara timbal-balik ini-yang dinamakan komunikasi interpersona-maka sebuah hubungan tumbuh, berkembang, dan melemah.
          Ketika sebuah hubungan interpersonal tumbuh,muncul pula sebuah kesepakatan tentang aturan berkomunikasi antara para partisipan (individu) yang terliba. Aturan ini disepakati bersama dan mewarnai bentuk hubungan yang terjadi. Jika salah satu pihak tidak lagi mematuhi peraturan bersama itu, sebuah hubungan mungkin bisa putus.

Jenis Hubungan Interpersonal
Hubungan Interpersonal diklasifikasikan berdasarkan faktor-faktor berikut.

  1.   Berdasarkan Jumlah Individu yang Terlibat: Hubungan Diad dan Hubungan Triad
Hubungan diad adalah hubungan antara dua individu. Kebanyakan hubungan kita dengan orang lain bersifat diadik. Sebagai manusia, kontak pertama kita dengan orang lain juga diadik. Hingga berumur sekitar 6 tahun, kita baru bisa melakukan kontak dengan beberapa orang pada saat yang bersamaan. Ketika kita makin dewasa, kita akan terlibat pada beberapa hubungan yang berbeda.
Hubungan triad adalah hubungan antara tiga orang. Dibandingkan dengan hubungan diad, hubungan triad : (a) lebih kompleks, (b) tingkat keintiman/kedekatan antarindividu lebih rendah, dan (c) keputusan yang diambil berdasarkan voting atau suara terbanyak (dalam hubungan diad, keputusan diambil melalui negosiasi).
  2.   Berdasarkan Tujuan yang Ingin Dicapai: Hubungan Tugas dan Hubungan Sosial
Sebuah hubungan dapat terbentuk karen tujuan meyelesaikan sesuatu yang tidak dapat dikerjakan oleh individu sendirian. Hubungan seperti ini dinamakan hubungan tugas (task relationship).
Sebuah hubungan juga dapat terbentuk tanpa adanya tujuan untuk menyelesaikan sesuatu; hubungan terbentuk secara personal atau sosial. Hubungan inin dinamakan hubungan sosial (social relationship).

  3.  Berdasarkan Jangka Waktu: Hubungan Jangka Pendek atau Hubungan Jangka Panjang
Hubungan jangka pendek adalah hubungan yang sementara sifatnya, hanya berlangsung sebentar. Misalnya, hubungan yang tercipta dengan teman yang kita temui di koridor kampus. Sebaliknya hubungan jangka panjang berlangsung lama. Makin lama suatu hubungan, makin banyak investasi yang kita tanam di dalamnya (misalnya emosi atau perasaan, materi, waktu, komitmen). Dan karena investasi yang kita tanam itu banyak. Makin besar usaha kita untuk mempertahankannya.

  4.   Berdasarkan Tingkat Kedalaman atau Keintiman: Hubungan Biasa dan Hubungan Akrab/Intim
Hubungan ini misalnya dapat dilihat pada dua ekstrem: hubungan antara kenalan biasa di satu ekstrem dan hubungan suami-istri di titik ekstrem lainnya. Hubungan kenalan biasa sama sekali tidak dalam atau intim. Pola-pola komunikasi yang berkembang bersifat impersonal dan ritual. Hubungan akrab atau intim bersifat personal dan terbebas dari hal-hal yang ritual. Makin intim suatu hubungan, makin besar kemungkinan terjadinya penyingkapan diri tentang hal-hal bersifat pribadi.

   

SISTEM KOMUNIKASI MASSA DAN EFEK MEDIA TERHADAP INDIVIDU

SISTEM KOMUNIKASI MASSA DAN KHALAYAK

Komunikasi massa secara sederhana didefinisikan sebagai komunikasi yang di lakukan dengan menggunakan media massa pada sejumlah orang. Dengan demikian, peran media massa sepagai penyampai pesan sekaligis sumber informasi bagi penerima pesan (khalayak) sangatlah penting.
Bagi orang perorangan media massa telah menjadi sesuatu yang hadir sangat erat dengan kehidupan sehari-hari karena berpengaruh pada prilaku sosialnya.

A. SISTEM KOMUNIKASI MASSA

DeFleur dan Dennis melihat komunikasi massa sebagai proses . Menurut mereka, terdapat lima tahap membentuk proses komunikasi massa, yaitu sebagai berikut.
1. Pesan komunikasi diformulasikan oleh komunikator-komunikator profesonal
2. Pesan komunikasi dikirimkan melalui cara yang relative cepat dan berkelanjutan melalui penggunaan media.
3. Pesan tersebutmencapai khalayak yang besar dan beragamyang memilih media dengan selektif
4. Para anggota khalayak secara individual menafsirkan pesan tersebut dengan cara sedemikian rupa sehingga merka memahami makna yang kurang lebihsejajar dengan yang di maksutkan komunikator.
5. Sebagai hasil dari pengalaman member makna ini, para anggota khalayakdipengaruhi dalam cara tertentuatau dengan kata lain, komunikasi tersebut memeberi pengaruh lain


B. PERBEDAAN KOMUNIKASI MASSA DAN KOMUNIKASI TATAP MUKA
Setelah melihat komunikasi massa sebagai sebuah proses, marilah kita melihat bagaimana komunikasi massa berbededa dari komunikasi tatap muka. Dua bentuk komunikasi ini memang sering kali dipertentangkan. Perbeadaan ini dating dari DeFleur dan Dennis. Menurut mereka, perbedaan terjadi dalam hal komunikasimenggunakan media, konsekkuensi mempunyai khalayak luas dan beragam serta pengaruh social dan cultural.







Tuesday, November 27, 2012

PENGARUH SOSIAL DAN PERILAKU SOSIAL DAN KEPEMIMPINAN DALAM KELOMPOK



 Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Kita membutuhkan orang lain untuk pemenuhan kebutuhan dan keinginan karenanya kita mengembangkan hubungan dengan orang lain.
Dalam mengembangkan hubungan atau interaksi dengan orang lain , kita sering terpengaruh oleh orang lain. Sikap dan perilaku kita dapat berubah karena orang lain. Ada orang – orang yang mudah mempengaruhi kita, ada yang tidak. Bentuk pengaruh itu pun berbeda – beda.


PENGARUH SOSIAL
Pengaruh sosial merujuk pada perubahan sikap atau perilaku, sebagai hasil dari interaksi dengan orang lain. Pengaruh sosial juga berpengaruh pada perilaku komunikasi, baik secara individual maupun komunikasi dalam kelompok. Seberapa jauh dan mendalamnya pengaruh sosial terhadap sikap, perilaku dan komunikasi.

A. TINGKATAN PENGARUH SOSIAL
Terdapat perbedaan tingkat penerimaan pengaruh sosial pada individu dalam hal ini terdapat dua kemungkinan, Anda mungkin akan menerima sepenuhnya pengaruh pengaruh orang lain tersebut (acceptance) atau Anda hanya melakukan perubahan secara parsial (hanya untuk memenuhi), tidak menerima pengaruh tersebut secara utuh (compliance).

B. MENERIMA PENGARUH ORANG LAIN
Mengapa kita menuruti dan terkadang menerima pengaruh orang lain? Ada dua alasan atau standar yang dikemukakan para ahli.

1. Pengaruh Normatif
 Menurut teori pembandingan sosial, untuk memvalidasi atau mempertegas keyakina sosial kita, kita merundingkan atau mengonsultasikannya dengan perilaku orang lain .Jika pengamatan kita terhadap orang lain memberi suatu pedoman dalam berperilaku (norma) kita mungkin akan terpengaruh untuk meniru tindakan tersebut.

2. Pengaruh Informasional
Terkadang kita mengubah pikiran dan tindakan karena orang lain telah menunjukkan kita cara/jalan yang lebih baik atau mereka memberi informasi yang berguna. Pengaruh informasi ini tidak hanya menghasilkan compliance, tetapi juga acceptance.

C. BENTUK – BENTUK PENGARUH SOSIAL
Ada tiga bentuk pengaruh sosial, yaitu (1) konformitas, (2) kepatuhan, dan (3) kekuasaan (power).

1. Konformitas
Tidaklah mengherankan jika kita hanya sekedar mengikuti pikiran dan tindakan teman – teman kita atau orang – orang yang kita kenal. Dari berbagai hubungan yang dimiliki, kita mendapat berbagai manfaat, termasuk standar atau norma untuk dapat menyesuaikan diri.
2. Kepatuhan
Psikolog sosial di Universitas Yale, Stanley Milgram membuat suatu eksperimen yang kontroversial untuk menemukan dasar dari kepatuhan (obedience) sejauh individu akan mematuhi perintah seseorang yang tidak dikenal, tetapi memunyai wewenang. Kesimpulan penting dari penelitian Milgram adalah bahwa situasi sosial dapat sangat berkuasa (berpengaruh). Dalam hal ini terdapat konsep Experimental realism, yakni realitas terhadap pengalaman yang dapat mempengaruhi kepatuhan, dimana individu menafsirkan situasi yang sangat kuat, membuat kebanyakan individu sulit untuk melawan.
3. Kekuasaan Sosial
Studi mengenai konformitas dan kepatuhan ini tidak hanya berbeda dalam susunannya, tetapi juga sifat kekuasaan atau power, yaitu tekanan untuk menyesuaikan diri yang timbul dari power sebuah kelompok sosial, sementara tekanan untuk patuh datang dari power seseorang yang berwenang.Power didefinisikan sebagai kekuatan dari pemberi pengaruh yang menyebabkan perubahan sikap dan perilaku seseorang.


PERILAKU KELOMPOK

A. KLASIFIKASI DAN PERAN KELOMPOK 
Meskipun definisi mengenai kelompok terlihat luas, namun bahasan akan difokuskan pada psikologi kelompok, terutama tentang perilakunya. Untuk dapat membentuk sebuah kelompok, sekelompok orang harus saling berbagi bukan hanya keadaan yang sama tetapi juga persepsi dan tujuan. Anggota kelompok menyadari keneradaannya satu sama lain, saling berinteraksi dan mempengaruhi. Untuk berkomunikasi dengan sesama anggota, mereka harus terlibat dalam proses mengirim dan menerima pesan selama lebih dari beberapa waktu.
1. Peran Kelompok
a. Identitas
Kepemilikan dalam kelompok adalah suatu bentuk kategorisasi sosial, yaitu kelompok menjadi satu aspek dari identitas sosial.
b. Penyimpangan
Tujuan kelompok terkadang dapat mengesampingkan atau bertentangan dengan tujuan pribadi anggotanya. Seseorang yang melanggar norma kelompok demi pemuasan kebutuhan pribadi disebut sebagai penyimpang.
c. Dampak sosial
Sebuah kelompok akan lebih besar berpengaruh pada setiap anggotanya jika kuat, pengaruhnya dekat, dan jika kelompok tersebut mempunyai jumlah yang besar.




2. Struktur dan Fungsi Kelompok
Psikolog sosial dari Harvard, Robert Bales, membedakan dua fungsi penting dari perilaku kelompok, yaitu agenda tugas yang berhubungan dengan pekerjaan dan agenda sosial yang mempertemukan kebutuhan emosional dan peran sosial anggota kelompok.
3. Proses dalam Kelompok
a. Dampak terhadap kesadaran diri, deindividualisme

Keterlibatan kelompok dapat memengaruhi selfawareness dan menciptakan deindividualisasi. Kondisi ini membuat individu kurang berpikir secara mendalam dan berperilaku sesuai kata hati.
b. Dampak terhadap performance (kinerja): fasilitas sosial
Kehadiran orang lain dapat mendorong dan memudahkan pelaksanaan kinerja. Ini yang dimaksud dengan pengaruh fasilitasi sosial karena keberaddan oranglaindapat memudahkan pelaksanaan kerja.
c. Sosialisasi kelompok
Proses yang membuat pendatang baru untuk menjadi anggota seutuhnya dalam sebuah kelompok adalah sisoalisasi kelompok.

4. Pembentukan Keputusan

Terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi kualitas keputusan kelompok yaitu:
a. Tujuan Sama

Sebuah keputusan akan lebih baik jika seluruh anggota kelompok menerima tujuan yang sama.



b. Pembagian Tugas

Sebagian tugas lebih baik dibagi, dan sebagian tidak. Tugas yang dibagi yang mengarah kepada delegasi yang lebih baik dalam kelompok dan hasil akhir tercapai dengan baik pula.



c. Status dan Komunikasi

Anggota dengan status lebih tinggi akan berbicara lebih banyak dan lebih berpengaruh. Sedangkan anngota yang berstatus rendah akan tunduk pada atasan mereka.



d. Ukuran Kelompok

Semakin kecil kelompok akan semakin efisien pekerjaannya. Kelompok yang lebih besar akan mewakili lebih banyak pendapat, tetapi setiap anggota kurang berkontribusi dalam putusan akhir.



e. Heterogenitas Kelompok

Kelompok heterogen meliputi berbagai macam perbedaan, seperti ras, gender, umur, pekerjaan, sedangkan anggota dalam kelompok homogen lebih memiliki kesamaan satu dengan lainnya.









KEPEMIMPINAN

Pemimpin adalah anggota kelompok yang berpengaruh, yaitu menuntun , mengarahkan dan memotivasi usaha yang dilakukan kelompok. Kepemimpinan merupakan perilaku dalam kelompok yang paling menentukan keefektifan komunikasi kelompok. 





SIKAP

PENGERTIAN SIKAP



Sikap dapat didefinisikan sebagai posisi yang di ambil dan dihayati seseorang terhadap benda,masalh atau lembaga. 

MENURUT PARA AHLI : 

Menurut weber, sikap adalah sebuah reaksi evaluatif (suatu penilaian mengenai kesukaan dan ketidaksukaan seseorang) terhadap orang,peristiwa atau aspek lain dalam lingkungannya

La Pierre mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku,tendensi atau kesiapan antisipatif, dan predisposisi untuk menyesuaikan dengansituasi sosial, atau secara sederhana sikap adalah respon terhadap stimuli sosialyang telah terkondisikan. 

Charles Osgood menyatakan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan yang mana dapat memihak (favorable) maupun tidak memihak (unfavorable) pada suatu obyek tertentu. 



PROSES TERJADINYA SIKAP 

Bagaimana proses terjadinya sikap? Mengenai proses terjadinya menurut Sarwono,S.(1999) sebagian besar pakar berpendapat bahwa sikap dapat saja sikap dapat timbul tanpa da pengalaman sebelumnya. Misalnya, orang yang sejak bayi tidak suka sayur. Untuk membedakan sikap dari sifat marilah kita lihat perbedaan yang di buat oleh ajzen (termuat dalam Sarwono,S 1997) berikut ini.

Sikap (attitude)
Sifat ( traid )
Laten
Tidak tampak dari luar
Mengarahkan perilaku
Mengarahkan perilaku
Ada unsure penilaian terhadap objek sikap
Tidak selalu menilai, cenderung konsisten pada berbagai situasi, tidak tergantung penilaian sesaat.
Lebih bias berubah/menyesuaikan
Menolak perubahan


Para peneliti telah mengidentifikasikan tiga jenois pendekatan dalam memahami pembentukan sikap manusia, yaitu (1) pendekatan belajar, (2) pendekatan consistency cognitive, (3) pendekatan motivational, yang akan di uraikan secara rinci berikut ini.

1. Pendekatan belajar (learning approaches)
Sikap biasanya terbentuk lewat proses pembelajaran, suatu proses dimana pengalaman dan praktek menghasilkan perilaku yang relative sama atau tetap. Proses pembelajaran ini secara umum di identifikasikan dalam pembentukan sikap melalui :
a. Asosiasi
Asosiasi mengacu pada proses menghubungkan pengalaman-pengalaman yang amat dekat dari segi waktu, ruang atau keadaan. Dua bentuk pembentukan sikap melalui asosiasi adalah classical conditioning dan more exposure.
b. Peneguhan(reinforcement)
Sikap bisa di pelajari dari pengalaman pribadi karena ada konsekuensi tertentu yang bisa di ambil dari sana. Misalnya, kita tahu bahwa setiap saat mengikuti mata kuliah psikologi, kita amat menikmatinya sehingga bisa memperoleh nilai tinggi terus menerus. Dari situ ada semacam peneguhan dalam mengembangkan sikap positif terhadap psikologi

2. Pendekatan Konsistensi Kognitif ( Cognitive Consistency )

Sebagaimana dijelaskan sarwono,s (1991) teori-teori konsistensi kognitif berpangkal pada sebuah proposisi umum,yaitu bahwa kognisi (pengetahuan,kesadaran) tidak sesuai dengan kognisi-kognisi lain menimbulkan keadaan psikologik yang tidak menyenangkan.dan keadaan ini mendorong orang untuk bertingkah laku agar tercapai konsistensi antar kognisi-kognisi tsb, hal mana yang akan menimbulkan rasa senang. Keadaan inkonsisten, misalnya terjadi apabila kita melihat seorang mentri sedang makan di warung tenda pinggir jalan. Menteri dan warung tenda adalah dua kognisi yang tidak salaing berkaitan, bahkan mungkin saling berlawanan. Dengan demikian apabila kedua kognisi ini muncul sekaligus, timbul perasaan inkonsisten dalam diri kita, yang menyebabkan kita perlu melalakukan sesuatu agar timbul konsistensi yang menenangkan dalam diri kita. Misalnya, melihar orang tersebut sekali lagi untuk meyakionkan bahwa org itu bukan menteri (tetapi mirip dengan menteri) atau mengubah struktur kognitifdengan menyatakan kepada diri sendiri bahwa mentri adalah manusia kebanyakan yg sesekali juga ingin makan di warung pinggir jalan.


3. Pendekatan Motivasional

Menurut weber, pendekatan motivasional(disebut juga pendekatan intensif) mengasumsikan bahwa individu menilai untung rugi dalam membuat respons tertentu, termasuk memelihara dan mengespresikan sikap tertentu, termasuk memeliharadan mengekspresikan sikap tertentu.




KETERKAITAN SIKAP DAN PERILAKU 

A. KESESUAIAN ANTARA SIKAP DAN PERILAKU

Menurut Triandis(1982), ketidaksesuaian antara perilku dan sikap disebabkan karena 40faktor (selain sikap) yang terpisah-pisahyang mempengaruhi perilaku. Temuan ini tidaklah baru karena adanya ketidaksesuaiian antara sikap dan perilaku sudah diketahui para pakar sejak lama. 
Beberapa kasus dalam kejadian sehari-hari juga menunjukan bahwa sikap bukan lah hal yang selalu di ekspresikan. Misalnya, apabila anda memiliki sikap untuk cenderung memilih es cream rasa oklat, tidak selalu dalam setiap kesempatan anda memilih s cream coklat. Anda akan memesan jika hanya sahabat anda setuju dengan pilihan itu. Akan tetapi, bila teman anda tidak suka dengan es.cream rasa coklat, di saat itu anda tidak akan memilih es rasa itu.

B. SIKAP DAPAT SESUAI DENGAN PERILAKU
Para peneliti telah menemukan bahwa dugaan sikap akan tergantung dari cara sikap itu di bentuk,di ukur, dan di alami. Berikut uraiannya : 
1. Perilaku yang spesifik
Semakin spesifik atau khusus satu sikapterhadap perilaku maka akan semakin baik dalam memperkirakan perilaku yang terkait.
2. Potensi sikap
Semakin kuat satu sikap dalam pemikiran seseorang maka makin besar pengaruhnya terhadap perilaku. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sikap yang di bentuk melalui pengalaman pribadi akan semakin kuat daripada sikap yang dibentuk berdasarkan informasi kedua atau sumber yang tidak langsung.
3. Penonjolan sikap
Berkaitan dengan potensi sikap adalah adanya kualitas penonjolan sikap. Sikap akan semakin terlihat ataumenonjol jika lebih disadari kehadirannya dalam sikap kita. Penonjolan sikap biasanya akan cenderung untuk di ingat dan di respons.

C. PERILAKU DAPAT MEMPENGARUHI SIKAP
Secara spesifik, sepertinya orang tidak hanya bisa menggunakan sikap sebagai dasar perilaku, kita juga bisa membentuk sikap berdasarkan perilaku kita. Menurut Srwono karena pembentukan sikap yang paling efektif adalah melalui pengalaman sendiri maka para pakar berusaha mengetahui sampai seberapa jauh perilaku dapat mempengaruhi terbentuknya sikap. Sebagaimana sikap dapat
berpengaruhnpada perilaku, sebaliknya perilaku pun juga dapat membentuk sikap karena perilaku adalah pengalaman yang paling langsung pada diri seseorang.

PERSEPSI TENTANG ORANG DAN ATRIBUSI

PERBEDAAN PERSEPSI BENDA DENGAN PERSEPSI SOSIAL



Persesi mengenai orang (person perception) dan persepsi mengenai obyek / benda akan berbeda. Bagaimana perbedaan dua persepsi tersebut? Marilah kita simak contoh berikut.
Sekelompok mahasiswa diminta untuk persepsinya tentang ruang kuliah mereka. Kelompok yang sama diminta persepsinya tentang seorang artis ternama yang sering dibicarakan dalam acara infotainment di TV sebutlah, misalnya Shopia Latjuba. Persepsi mereka tentang ruang kuliah mereka relative lebih seragam dibandingkan dengan persepsi mereka tentang Shopia Latjuba mengapa?
Menurut Rahmat (2003) ada empat perbedaan anatara persepsi obyek dan persepsi tentang orang ; yang disebutnya persepsi interpersonal.

Pertama. pada persepsi obyek, stimuli dianggap sebagai panca indra melalui benda – benda fisik : gelombang cahaya, gelombang suara, temperatur. Sedangkan persepsi tentang orang, stimuli samapai kepada kita melalui lambing – lambing verbal atau grafis yang disampaikan pada pihak ke tiga. Pihak ketiga ini dapat mengurangi kecermatan kita. Pada contoh Sophia Latjuba tadi misalnya, kita sudah cukup banyak memiliki informasidirinya dari berbagai sumber (TV, majalah, tabloid) sebelum kita berjumpa dengannya, yang kemudian mempengaruhi persepsi kita.

Kedua. Persepsi tentang orang jauh lebih sulit daripada persepsi objek. Pada persepsi objek, kita hanya menaggapi sifat - sifat luar objek tersebut. Namun, pada persepsi tentang orang, kita mencoba memahami apa yang tidak ditangkap oleh alat indra kita. Kita coba memahami bukan saja perilaku orang, tetapi motiv atau mengapa orang berperilaku. Itulah sebabnya mengapa kita harus memepelajari atribusi.

Ketiga. Saat melakukan persepsi obyek, obyek tidak bereaksi kepada kita. Kita tidak memeberikan reaksi emosional terhadap objek. Namun, ketika melakukan persepsi kepada orang lain, berbagai factor telibat seperti factor – factor personal kita, karakteristik orang lain yang dipersepsi maupuun hubungan antara kita dengan orang tersebut.

Keempat. Objek relative tetap, tapi orang cenderung berubah –ubah. Ruang kuliah yang diamati mahasiswa relative sam dari waktu kewaktu, tetapi manusia yang diamati selau berubah. Ada kemungkinan orang yang dipesepsi kemarin sedang gembira, tetapi hari ini dia sedih. Mungkin saja tadi pagi kita mempersepi orang saat ia berada di tempat ibadah, lain kali ia berada diruang pesta sehingga ia menampilkan perilaku yang berbeda.

ATRIBUSI 

PENGERTIAN ATRIBUSI
atribusi adalah proses menyimpulka motiv, maksud, dan karakteristik orang lain dengan melihat pada perilaku yang tampak (Baron dan Byrne, 1979). Mengapa manusia melakukan atribusi? Menurut Myers (1996) kecenderungan memberikan atribusi disebabkan oleh kecenderungan manusia untuk menjelaskan segala sesuatu (ada sifat ilmuan dalam manusia), temasuk apa yang ada dibalik perilaku orang lain.
Atriibusi mengenai orang lain bisa mengacu pada atribusi tentang perilaku orang lain, pertanyaan penting yang muncul disini adalh ; kkapa kita mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan seseorang benar – benar menunjukan disposisinya, sepeti kepribadian, sikap, suasana hati, atatu kondisi internal lainnya? Sebaliknya kapankah kita mengatakan bahwa seseorang melakukan sesuatu karena ada atribusi situasional yang melatarbelakanginya.

TEORI – TEORI ATRRIBUSI

1. Correspondent infrence theory (teori penyimpulan terkait)
Teori ini sendiri deikmebangkan oleh Edwards E. Jones dan Keith Davis (1965). Mereka mengatakan bahwa dalam menjelaskan suatu kejadian tertentu, kita akan mengacu pada tujuan atau keinginan seseorang sesuai dengan sikap dan perilakunya. Saan ingin memahami perilaku seseorang dengan informasi yang terbatas (seseorang yang tidak atau kurang kita kenal), kita akan menyimpulkan dari hal yang sesuai dengan apa yang kita lihat acuan. 
2. Casual analysis theory (Teori Analisis Kasual)
Teori ini merupakan teori atribusi yang lebih terkenal. Dasarnya adalah tetap commonsense (akal sehat) dan berfokus pada atribusi internal dan eksternal. Teori ini dikembangkan oleh Harold H. Kelley.
Menurut Kelley, parapengamat perilaku orang lain bertindak seperti ilmuwan yang naif, mengumpulkan berbagai informasi tentang perilaku dan menganalisis polanya seupaya bisa dimengerti.

Monday, November 26, 2012

KONSEP DIRI

SUMBER-SUMBER KONSEP DIRI

1. Self-Esteem
          Self-esteem (harga diri) adalah penilaian, baik positif atau negative, individu terhadap diri sendiri. Tingginya self-esteem merujuk pada tingginya estimasi individu atas nilai, kemampuan, dan kepercayaan yang dimilikinya. Sedangakan self-esteem yang rendah melibatkan penilaian yang buruk akan pengalaman masa lalu dan pengharapan yang rendah bagi pencapaian masa depan.

2. Social Evaluation (Penilaian Sosial)
           Kebanyakan informasi tentang diri sendiri tidak kita dapatkan dari perenungan atau refleksi diri, melainkan dari orang lain. Keyakinan Anda tentang pendapat orang lain terhadap Anda akan mempengaruhi perilaku dan keinginan Anda untuk berubah atu tidak.
Proses evaluasi social ini termasuk di dalamnya Reflected appraisal (pantulan penilaian) atau direct feedback (umpan balik langsung)
        a. Reflected appraisal
            Dalam banyak hal, pendapat kita tentang diri sendiri adalah cermin (refleksi atau pantulan) dari penilaian nyata orang lain terhadap kita. Pendapat yang dilontarkan orang ini kemudian berpindah menjadi pendapat kita.Pantulan penilaian yang Anda lakukan tersebut kemudian masuk dalam self-concept Anda.
        b. Direct feedback
             Ketika orang lain -terutama significant others, seperti orang tua dan teman-teman dekat- menyatakan penilaiannya kepada kita maka kita menerima feedback (umpan balik) tentang kualitas dan kemampuan kita. Umpan balik langsung (direct feedback) ini lebih jarang terjadi dibanding reflected appraisals, tetapi merupakan sumber penting bagi self-concept seseorang



TEORI-TEORI KONSEP DIRI

1. Social Comparison (Pembandingan social)
Menurut ahli psikologi social modern, Leon Festinger, social comparison theory membantu menjelaskan berbagai macam fenomena, termasuk keyakinan social, perubahan sikap, dan komunikasi kelompok.
Social comparison theory ini dibangun atas empat prinsip dasar, yakni berikut ini:
a. Setiap orang memiliki keyakinan tertentu.
b. Penting bagi keyakinan kita untuk menjadi benar.
c. Beberapa keyakinan lebih sulit untuk dibuktikan dibanding yang lainnya. Hal-hal yang tidak bisa dibuktikan secara objektif mungkin dibuktikan secara subjektif melalui pembuktian bersama (membuat orang lain setuju).
d. Ketika anggota dari kelompok rujukan (refrence group) saling tidak setuju tentang suatu hal, mereka akan berkomunikasi hingga konflik tersebut terselesaikan.

Prinsip kunci dari self-concept adalah poin ketiga, keyakinan subjektif, yang tidak bisa dibuktikan secara objektif, hanya dapat dibuktikan ketika kita berundinng dengan pendapat orang lain. Proses evaluasi keyakinan diri dalam hubungannya dengan orang lain adalah perundingan social (social comparison).

2. Persepsi diri (Self-Perception)
Penelitian mengatakan bahwa kita tidak lebih ahli tentang maksud dan tindakan kita dibanding kita terhadap orang lain. Menurut Daryl Benn, ketika kita menilai pendapat sendiri maka kita akan mengambil perilaku kita sebagai petunjuk (clues), daripada menganalisis diri kita secara mendalam. Misalnya, Anda ditanya apa warna favorit baju Anda? Mungkin Anda menjawab warna biru karena warna tersebut yang paling sering di pakai dibanding warna lainnya. Jawaban yang Anda berikan ini berdasarkan perilaku Anda yang sering memakai baju warna biru, bukan berdasarkan analisis yang Anda lakukan terhadap diri sendiri. Oleh karena itu, proses self-perception melibatkan pembelajaran tentang diri sendiri dan menempatkan diri pada hal yang sama ketika kita mencoba memahami orang lain.

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KOMUNIKASI

konsep diri berpengaruh terhadap perilaku maka jelas konsep diri juga berhubungan erat dengan komunikasi. Ada dua kualitas konsep diri: positif dan negative. Kualitas konsep diri ini mempengaruhi keberhasilan komunikasi interpersonal seseorang. Konsep diri yang positif akan melahirkan pola perilaku interpersonal yang positif pula, sebaliknya konsep diri yang negative dapat berakhir buruk bagi komunikasi interpersonal.
 
Apa sajakah tanda-tanda orang yang memiiliki kualitas konsep diri yang positif? Brook dan Emmert (dalam Rakhmat, 2003) menyebutkan ada lima ciri orang yang memiliki konsep diri positif :
1. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah.
2. Ia merasa setara dengan orang lain.
3. Ia menerima pujia tanpa rasa malu.
4. Ia menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.
5. Ia mampu memperbaiki dirinya karena mengungkapkan kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.

Adapun orang yang memiliki konsep diri negative adalah mereka yang memiliki ciri-ciri:
1. Peka terhadap kritik; artinya ia tidak tahan menerima kritik, mudah marah dan naik pitam. Baginya, koreksi dari orang lain sering kali dianggap sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya.
2. Sangat responsive dan antusias terhadap pujian. Baginya, segala hal yang menunjang harga dirinya menjadi pusat perhatiannya.
3. Hiperkrtis terhadap orang lain. Sikap ini dikembangkan sejalan dengan sikap kedua tadi; di satu pihak ia selalu ingin dipuji, tetapidi pihak lain ia tidak sanggup mengungkap penghargaan atau pengakuan akan kelebihan orang lain. Ia selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun atau siapapun.
4. Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tak diperhatikan. Ia tidak mempermasalahkan dirinya, tetapi akan menganggap dirinya sebagai korban dari system social yang tidak beres. Ia menganggap orang lain sebagai musuh hingga tak dapat melahirkan kehangatan dalam berhubungan denga orang lain.
Dari konsep diri yang positif akan lahir pola perilaku komunikasi interpersonal yang positif pula, yakni melakukan persepsi yang lebih cermat dan mengungkapkan petunjuk-petunjuk yang membuat orang lain menafsirkan kita dengan lebih cermat pula. Orang yang memiliki konsep diri positif adalah orang menurut istilah Sidney M. Jourard “tembus pandang” (transparent, yakni terbuka terhadap orang lain, Rakhmat,2003).  

Friday, November 23, 2012

SENSASI DAN PERSEPSI

SENSASI

 Sensasi adalah proses menangkap stimuli melalui alat indra. Berasal dari kata sense,
  berarti alat indra, yg menghubungkan organisme dengan lingkungannya


Selain ke 5 indra yang kita miliki, dunia psikolog juga mengenal indra kinestetis dan vestibular.
Kinestetis adalah indra yang memberi informasi tentang pisisi tubuh dan gerak badan.
Vestibular adalah indra keseimbangan. indra ini menolong menjaga keseimbangan misalnya saat naik sepeda,alat indra ini berada dibagian dalam telinga.

Proses sensasi terjadi saat alat indra mengubah informasi menjadi impuls-impuls syaraf yang dimengerti oleh otak melalui proses tranduksi, agar dapat diterima oleh indra, timuli harus cukup kuat dan melewati batas minimal intensitas stimuli.



PERSEPSI

Dalam pengertian psikologi persepsi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan, sedangkan alat untuk memahaminya adalah kognisi atau kesadaran. 

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI: 
A. Faktor Personal 
     Persepsi bukan hanya ditentukan oleh jenis dan bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli tersebut. 

B. Faktor Struktural
     Berbagai cara menyusun stimuli dikenal dengan hukum Gestalt, artinya keseluruhan atau konfigurasi. Ide dasarnya adalah bahwa stimuli dikelompokkan menjadi pola yang sederhana yang memiliki arti. Prinsip utamanya adalah; kedekatan, persamaan , dan kelengkapan.